SOLIDARITAS UMAT ISLAM 212 (3)
SOLIDARITAS UMAT ISLAM 212 (3)
Saya akan membicarakan tentang in order to motives sebagai bagan analisis terhadap gerakan dzikir nasional, 2/12/2016. Melalui bagan analisis ini, maka akan bisa diketahui tentang apa yang sebenarnya menjadi motif tujuan di dalam gerakan dzikir nasional dimaksud. Jika because motives dikaitkan dengan factor eksternal, maka in order to motives dikaitkan dengan factor internal.
Sebagaimana diketahui bahwa terdapat penggolongan yang sangat variatif terhadap pelaku dzikir bersama. Jika kita mengacu pada demonstrasi tanggal 4/11/2016, maka sekurang-kurangnya terdapat enam penggolongan di antara mereka itu. Ada kelompok yang ingin Ahok dihukum secara adil, ada kelompok yang ingin Ahok dihukum secepatnya, ada kelompok yang ingin Ahok dihentikan dari pencalonan sebagai kandidat gubernur DKI, ada kelompok yang menginginkan Hukum Ahok sesuai dengan kesalahannya, ada yang berkeinginan mendirikan khilafah dan ada kelompok yang memanfaatkan kesempatan karena digusur dari tempat tinggalnya.
Pengelompokan secara sederhana ini, dapat memberikan gambaran bahwa ada berbagai motif tujuan yang mendasari berbagai perilaku para subyek yang melakukan dzikir untuk bangsa di Lapangan Monas ini. Jumlah mereka memang sangat banyak, kira-kira 1,5 juta umat Islam, namun secara tipologis dapat ditafsirkan in order motives-nya dalam beberapa kategori.
Saya melihat ada tiga motif tujuan di dalam gerakan ini, yaitu: pertama, motif untuk memperoleh keadilan hukum. Kasus Ahok ini bisa dinyatakan sebagai kasus yang sangat fenomenal. Bahkan menurut informasi yang saya terima bahwa di berbagai daerah terus menerus dilakukan koordinasi antara Kapolda, Pangdam, Pemda, Kementerian Agama untuk membahas persoalan upaya demonstrasi yang dilakukan oleh umat Islam tentang penistaan Al Qur’an. Dengan membaca berbagai spanduk, umbul-umbul, pamphlet dan sebagainya, maka tuntutan mereka ini sangat jelas, “hukum Ahok”, “adili Ahok” dan sebagainya. Ungkapan “Tangkap Ahok” dan “penjarakan Ahok” dan sebagainya tentu memberikan gambaran bahwa tuntutannya jelas, yaitu berlakukan hukuman yang setimpal untuk sang penista Al Qur’an. Andaikan dilakukan survey dengan pertanyaan sederhana, “apakah Ahok harus dihukum setimpal dengan tindakannya?”, maka jawabannya dapat dipastikan, “ya, setuju”. Melalui mata rantai media sosial yang sedemikian menyebar di seluruh Indonesia, maka tindakan penistaan Al Qur’an ini sudah menjadi konsumsi public yang sangat massif. Inilah yang kemudian menimbulkan public opinion, bahwa perlu hukuman yang adil bagi penista Al Qur’an.
Kedua, motif tersembunyi gerakan khilafah. Sebagaimana yang saya tulis di dalam tulisan saya sebelumnya, “Mengadili Penista Al Qur’an”, bahwa di dalam elemen yang menuntut keadilan terhadap penistaan Al Qur’an, tidak hanya permasalahan keinginan menerapkan Islam secara kaffah, akan tetapi juga keinginan “tersembunyi” untuk menghadirkan system khilafah Islamiyah di dalam system pemerintahan di Indonesia.
Motif ini memang sudah berada di dalam tataran issu permukaan dan tidak hanya menjadi issu di dalam. Maknanya, bahwa mereka sudah secara terang-terangan mengungkapkan ambisi untuk mendirikan khilafah. Bahkan ada di antaranya (HTI) sudah merumuskan deklarasi atau manifesto khilafah tersebut. Artinya, bahwa gerakan khilafah ini sudah bukan barang wacana, akan tetapi sudah menjadi gerakan. Bukan sekedar di ruang halaqah, akan tetapi sudah berada di ruang harakah.
Di antara mereka juga sudah terdapat jejaring yang sangat kuat dengan fasilitasi media sosial yang menjadi andalannya. Banyak situs yang dimilikinya untuk menyebarkan gagasan dan praksis untuk gerakan khilafah. Makanya, tidak bisa dipungkiri bahwa gerakan ini sudah cenderung lebih massif di tengah pertarungan ideology di era global.
Ketiga, motif tujuan makar. Issu makar memang masih harus dibuktikan. Namun berdasarkan pembicaraan “tersembunyi” bahwa tujuan makar itu memang pernah disuarakan. Memang sulit untuk bisa membuktikan mengenai rencana makar ini. Namun dengan penangkapan sejumlah orang, yaitu Sri Bintang Pamungkas, Kivlan Zein, Rahmawati Soekarno Putri, Ratna Sarumpaet, Ahmad Dhani, Eko Suryo, Adityawarman, Firza Hussein, Rizal Kobar dan Jamran kiranya menjadi potensi awal tentang peluang adanya gagasan makar tersebut.
Tentu ada proses yang akan membuktikan apakah gagasan makar ini ada atau tidak. Dan pengadilanlah yang akan memutuskan apakah motif makar itu bisa terjadi di tengah carut marut masyarakat sekarang. Sekarang sedang terjadi penyelidikan tersebut, sehingga perlu dilihat kelanjutannya. Tentu saja juga ada banyak tafsir tentang hal ini. Ada yang pro terhadap mereka yang diamankan dan ada yang kontra terhadap mereka itu.
Tetapi di atas segalanya, sebagaimana yang disuarakan oleh Pak Menteri Agama, Pak Lukman Hakim Saifuddin, di dalam press release di Net TV, bahwa “pemerintah mengapresiasi dan berterima kasih atas pelaksanaan dzikir untuk bangsa yang damai dan tertib. Kedewasaan umat Islam betul-betul terbukti di dalam kegiatan dzikir bersama ini. Dan selanjutnya agar diberikan kepercayaan kepada pengadilan untuk melakukan proses hukum bagi Pak Basuki Cahaya Purnama. Selanjutnya juga dinyatakan kiranya tidak diperlukan lagi acara seperti ini, manakala semua proses pengadilan sudah berjalan sesuai dengan ketentuannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.
