• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

DAKWAH ISLAM DI ERA MODERNITAS

DAKWAH ISLAM DI ERA MODERNITAS
SAMBUTAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN AGAMA

Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi

Pada kesempatan yang berbahagia ini, tentu saya mengucapkan selamat dan apresiasi atas terselenggaranya International Conference tentang Dakwah Islam, yang dihadri oleh para pakar di bidangnya, baik dari Asia Tenggara, Australia maupun Eropa dan Amerika Serikat. Saya mengapresiasi sebab beberapa saat yang lalu, saya menantang kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) agar dapat menyelenggarakan seminar internasional, dan hari ini telah dijawabnya.
Saya ingin mempresentasikan pikiran saya, terkait dengan Dakwah Islam di Indonesia dalam keterkaitannya dengan dakwah di era sekarang dan juga di tengah semkin kuatnya arus modernisasi yang menggulung seluruh dunia. Ada tiga hal yang akan saya sampaikan terkait dengan tema ini.
Pertama, Aspek historis dakwah Islam di Nusantara. Islam berkembang di seluruh dunia tentu disebabkan oleh dakwah Islam yang dilakukan oleh par aktivis dakwah Islam. Sebagaimana diketahui bahwa dakwah memegang peran penting di dalam membangun komunitas Islam di seantero dunia. Tanpa kehadiran aktivis dakwah tersebut, maka tidak dimungkinkan Islam bisa menjadi agama dunia yang berlangsung begitu cepat.
Di dalam perjalanan dakwah Islam di beberapa Negara, khususnya di Indonesia, maka menggunakan dua pola yang saling melengkapi. Yaitu:
1) Menggunakan pola kebudayaan. Pola ini dilakukan kala kekuasaan negara berada di bawah orang non-muslim. Misalnya di Jawa dikuasi oleh kerajaan Hindu Budha, yang sudah terjadi dalam ratusan tahun. Kerajaan Majapahit telah mencapai masa keruntuhannya, dan di saat itulah dakwah Islam dilakukan oleh para aktivis dakwah Islam, seperti para Walisongo dan para santrinya.
Melalui kemampuannya yang luar biasa, maka para penyebar Islam ini dapat mempengaruhi masyarakat kala itu, sehingga secara bertahap tetapi pasti, maka masyarakat lalu menjadi pengikutnya. Masyarakat dipimpinnya untuk mengikuti agama baru yang diyakininya. Pengaruh mereka makin besar bersamaan dengan semakin menurunnya kewibawaan aparat Negara dan bahkan negaranya sendiri.
Di dalam situasi yang krusial ini, para waliyullah itu menampilkan figure kesalehan yang luar biasa. Di kala mereka membutuhkan pimpinan yang diperlukan maka hadirlah para wali itu untuk memimpinnya. Dengan demikian kelangkaan kepemimpinan yang memahami tradisi dan kebudayaan mereka, memahami kebutuhan mereka tentu menjadi variabel utama keterpengaruhan masyarakat terhadap kehadiran para waliyullah ini. Itulah sebabnya Negara harus selalu hadir di dalam kehidupan masyarakat agar mereka tidak lari kepada kepemimpinan baru yang lebih baik dalam performanya.
2) Menggunakan pola structural. Kala kekuatan kultural telah diperoleh dan memberikan peluang untuk menyebarkan agama Islam dalam coraknya yang lebih massive, maka dilakukanlah pendekatan structural. Jadi di saat kekuatan kultural telah menjadi nyata kekuatannya, maka kemudian dilakukan pelembagaan agama tersebut dalam corak mendirikan pemerintahan. Maka didirikanlah Kerajaan Demak di pesisir utara Jawa. Melalui pembentukan Negara ini maka babak baru Islamisasi dilakukan. Jika selama ini menggunakan corak kebudayaan, maka berikutnya menggunakan pendekatan kekuasaan.
Pendekatan structural inilah yang kemudian memudahkan proses islamisasi yang terus dilakukan oleh para wali dan penyebar Islam lainnya. Islam terus berkembang ke seluruh Nusantara dengan berbagai dinamikanya. Islam bisa menjadi kekuatan yang sangat mendasar disebabkan oleh kekuatan tradisi atau budaya dan juga kekuatan Negara yang dibangunnya. Dengan dua kekuatan ini. Maka Islam terus mencapkan kekuatan di seluruh Nusantara dan kemudian menjadi agama yang mayoritas di Indonesia.
Tentu ada catatan yang menarik. Meskipun penjajahan berlangsung dalam ratusan tahun di Indonesia ini, mulai aakhir abad 18 dan berakhir di pertengahan abad ke 20, namun para penjajah itu tidak bisa mengubah keyakinan umat Islam Indonesia. Dari sisi structural tentu kekuasaan Islam itu berantakan. Di dalam banyak peperangan antara kerajaan Islam dengan para penjajah, maka dapat dipaastikan kekalahan di pihak kerajaan Islam. Melalui pilitik belah bamboo, maka kekalahan demi kekalahan dialami oleh masyarakat Islam.
Namun demikian, kekalahan secara structural itu tidak diikuti oleh kekalahan dalam beragama. Masyarakat Islam bisa mempertahankan keislamannya dan bahkan terus bisa mengembangkan keberagamaannya. Di dalam konteks ini maka ternyata bahwa kebudayaan masyarakat Islam yang terbentuk dari proses akulturasi yang sangat lama lalu bisa menjadi perekat keberagamaan tersebut. Tradisi Islam yang telah menyatu dengan kebudayaan masyarakat Nusantara ternyata menjadi kekuatan yang tidak tergoyahkan oleh gerakan missi yang dilakukan oleh para penjajah.
Kenyataan inilah yang sangat menarik dari masyarakat Islam Nusantara. Melihat lamanya mereka dijajah, dengan posisi politik, ekonomi dan kekuasaan yang nyaris punah karena selalu kalah di dalam peperangan, ternyata hal ini tidak menggoyahkan posisi keimanan masyarakat Islam Nusantara. Dengan demikian, sesungguhnya masyarakat Nusantara itu sudah teruji di dalam keberagamaannya.
Kedua, Dakwah Islam harus dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan. Sesungguhnya Islam sangat mendorong terhadap peningkatan kualitas kehidupan umat manusia. Islam mendorong umatnya untuk memperoleh kesejahteraan duniawi. Jika salah satu indicator kesejahteraan itu adalah ekonomi, maka tentunya yang harus dikembangkan adalah bagaimana agar kekuatan ekonomi umat Islam menjadi lebih besar.
Problemnya adalah kekuatan ekonomi umat Islam berada di dalam posisi pinggiran. Hampir tidak dijumpai Negara Islam yang memiliki kekuatan ekonomi yang unggul. Komposisi G20 berada di Negara-negara Barat, sedangkan Asia dan Afrika masih tertinggal, kecuali Cina, Jepang, Korea Selatan, Indonesia dan India. Negara Eropa dan Amerika menemnpati Posisi dominan dalam penguasaan ekonomi dunia. Negara yang termasuk G20 adalah Afrika Selatan, Amerika Serikat, Argentina, Australia, Brasil, Inggris, China, India, Indonesia, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Perancis, Rusia, Turki dan Uni Eropa. Dengan demikian, masyarakat Islam di dunia ini belum menikmati kesejahteraan duniawi sebagaimana tergambar di dalam ajarannya. Masih ada gap antara cita dan kenyataan.
Disebabkan oleh rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat Islam, maka penggunaan pendekatan ekonomi sebagai instrument dakwah Islam belum bisa dioptimalkan. Memang ada beberapa lembaga dakwah yang sudah menggunakan pendekatan ekonomi untuk kepentingan dakwah Islam, akan tetap secara empiris
Bahwa dakwah melalui program penguatan ekonomi masih di persimpangan jalan.
Di antara iinstrumen untuk memberdayakan umat Islam dengan usaha-usaha produktif adalah melalui program “charity” atau zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS). Namun sayangnya bahwa program pemberdayaan ZIS ternyata belum bisa menjangkau terhadap sudut-sudut kehidupan masyarakat. Potensi zakat di Indonesia sebenar sangat besar, sebesar 3,7 Trilyun rupiah. Namun demikian yang bisa direalisasikan hanya 312 Milyar. Artinya, bahwa instrument ZIS untuk mengentaskan kepada kesejahteraan masyarakat belum bisa diandalkan.
Dakwah melalui ceramah agama memang penting untuk merawat terhadap keberagamaan masyarakat Islam. Dakwah dengan ceramah agama tetap harus menjadi andalan di dalam proses menguatkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Dengan ceramah agama ini tentu dapat dilihat hasilnya bahwa pengamalan beragama semakin baik di segala lapisan masyarakat. Oleh karena itu mempersiapkan ahli-ahli ceramah agama yang unggul dalam materi dakwah dan metodologi dakwah tentu sangat diperlukan.
Akan tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah dakwah melalui pendekatan kesejahteraan itu. Bagi kita, orang tidak cukup diceramahi saja, namun yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat bisa mengakses ekonomi secara lebih baik. Dakwah dengan demikian merupakan jawaban atas problem kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat. Dakwah menjadi solusi atas masalah-masalah ketenagakerjaan, dakwah juga menjadi solusi atas ketimpangan sosial yang terjadi sekarang ini.
Ketiga, Dakwah harus menggunakan pendekatan sosial-budaya. Dakwah Islam dapat memperoleh hasil yang optimal di masa lalu tentu disebabkan oleh kelihaian para penyebar Islam (walisongo dan seluruh santri-santrinya) yang menggunakan pendekatan sosial-budaya. Di dalam konteks ini, maka dakwah mestilah menggunakan cara-cara atau metodologi yang relevan dengan masyarakat lokalnya. Dakwah tidak memaksakan menggunakan budaya masyarakat lainnya. Budaya impor tidak bisa dipaksakan untuk digunakan sebagai pedoman untuk melakukan tindakan. Salah satu yang menyebabkan mengapa proses penyebaran agama-agama di belahan dunia lain adalah disebabkan kemampuannya untuk beradaptasi dengan budaya local. Itulah sebabnya di dalam literature akademis disebutkan misalnya: Islam Jawa, Islam kolaboratif, Islam transformative, Islam konvergentif, dan sebagainya untuk menandai bahwa Islam dan budaya local adalah dua entitas yang tidak bisa dipisahkan. Ibarat dua sisi koin mata uang, di satu sisi adalah Islam dan di sisi lain adalah budaya local. Inilah yang menyebabkan Islam dapat diterima oleh masyarakat Nusantara sebagaimana yang kita lihat sekarang.
Dakwah Islam harus menjadi jalan damai. Islam harus menampilkan wajah yang bisa mengayomi semuanya. Bukan dakwah yang terus menyalahkan dan mencibir orang lain. Bukan dakwah yang membuat orang justru membenci Islam. Dakwah harus menjadi medium untuk membangun kerukunan, harmoni dan selamat. Dakwah Islam harus menjadi bagian dari resolusi konflik, baik karena factor etnis, budaya, lekolitas dan bahkan agama. Meskipun agama bukan sebagai factor penyebab utama konflik sosial yang terjadi, sebab kebanyakan konflik disebabkan oleh factor kepentingan ekonomi, relasi sosial dan sebagainya, tetapi agama sering dijadikan sebagai factor pendorong yang sangat kuat. Agama terkadang dijadikan sebagai penguat konflik yang terjadi.
Dengan demikian, dakwah diharapkan menjadi medium yang bisa memberikan solusi bagi keberagamaan kita yang tensinya makin mengeras dewasa ini. Jadi dakwah Islam mestilah bisa membangun peradaban dunia yang lebih damai, sejahtera dan bahagia.
Keempat, Dakwah mestilah menggunakan piranti teknologi informasi. Dakwah itu identic dengan penyebaran, pengembangan dan pemberdayaan umat. Makanya dakwah tentu harus berkait kelindan dengan teknologi informasi yang telah menjadi bagian penting pada masyarakat modern. Dunia sekarang ini telah dilipat ke dalam genggaman tangan karena kemajuan teknologi informasi.
Dakwah tentu harus memanfaatkan teknologi informasi ini dalam kerangka menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Bisa dibayangkan bahwa dakwah bisa masuk ke ruang-ruang atau bilik-bilik rumah karena keberadaan piranti teknologi. Dakwah tidak harus dengan mengumpulkan orang dalam jumlah besar dan mendengarkan ceramah agama. Dakwah bisa menggunakan piranti teknologi yang bisa diakses kapan dan di mana saja.
Di sini memberikan sinyal bahwa dakwah harus memasuki medium komunikasi modern dalam berbagai variasinya. Ceramah, konsultasi, dialog, film, sinetron, talk show, drama, komik, cerita gambar, cerita bersambung, dan sebagainya bisa menjadi medium dakwah yang dikemas melalui media elektronik.
Saya ingin menyatakan betapa dahsyatnya media elektronik ini di dalam keterpangaruhan anak-anak Indonesia. Bisa dibayangkan channel tontonan anak-anak, seperti Chuchu TV, Badanamo, Pinkfong dan sebagainya bisa diakses oleh jutaan masyarakat dalam hitungan hari bukan bulan. Hal ini menggambarkan betapa besarnya kebutuhan dan keterpengaruhan masyarakat kita tentang tontonan melalui media elektronik.
Saya kira kita juga sudah memasuki era digital ini, hanya saja perlu kemasan dan variasi yang lebih atraktif. Dakwah tidak hanya ditentukan oleh konten dakwah yang baik akan tetapi juga kemasan yang indah. Masyarakat kita makin cerdas dan memiliki banyak pilihan untuk mengisi kehidupannya. Jadi, dakwah juga harus memasuki wilayah pilihan-pilihan masyarakat ini. Dakwah harus menjadi pilihan umat di dalam kerangka meningkatkan pemahaman dan pengamalan agamanya dan sekaligus untuk menghibur dirinya.
Dakwah harus tetap dikuasai oleh mereka yang menyatakan dirinya sebagai penganut agama yang washatiyah, sehingga arah keberagamaan kita ke depan tetap akan berada di dalam koridor “kerukunan, harmoni dan keselamatan”. Oleh karena itu tidak ada jalan lain, bahwa hari ini dan ke depan harus dipersiapkan ahli-ahli dakwah yang dapat menguasai teknologi informasi dalam kerangka merebut pengaruh dakwah yang sesungguhnya mulai kehilangan antusiasmenya. Jadi, tugas Fakultas Dakwah dan Komunikasi adalah menyiapkan para da’i yang memiliki kemampuan yang unggul di dalam mengembangkan dakwah dalam berbagai variasnya, secara lebih mendalam, dan bukan kemampuan ala kadarnya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..