GERAKAN PEDULI PENDIDIKAN
Mungkin saja pemikiran ini bukan hal yang baru. Artinya bahwa sudah banyak yang menggagas tentang betapa pentingnya Gerakan Peduli Pendidikan. Bahkan sudah ada yang melakukannya dengan mengirim guru ke daerah-daerah terpencil yang selama ini kekurangan guru. Makanya, saya nyatakan bahwa gagasan ini bukanlah sesuatu yang baru.
Akan tetapi ada sebuah pertanyaan umum yang selalu menganggu terhadap kita semua bahwa masih ada kedisiplinan guru yang rendah meskipun yang bersangkutan sudah disertifikasi. Di dalam pertemuan Komite Pendidikan yang dipimpin langsung oleh Wakil Presiden, Prof. Dr. Budiono, dinyatakan bahwa tingkat kedisiplinan para pendidik, bisa saja guru atau dosen, memang masih perlu perhatian. Meskipun guru sudah lebih sejahtera, akan tetapi tingkat kedisiplinannya masih memprihatinkan. Keluhan tentang hal ini tentu sebagai pertanda bahwa dunia pendidikan masih menyisakan masalah yang terkait dengan SDM tenaga pendidik.
Di tengah kegalauan ini, maka kemudian muncullah untuk melakukan Uji Kompetensi Awal (UKA) yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu untuk melakukan ujian awal tentang kompetensi sebagai tenaga pendidik. Seharusnya program ini akan dapat dipakai untuk mengembangkan kompetensi tenaga pendidik agar sesuai dengan tujuan sertifikasi.
Tenaga pendidik selain menguasai kompetensi profesional, sosial, pedagogik dan sebagainya, juga harus menguasai dan memiliki komitmen yang tinggi di dalam kepeduliannya tentang pendidikan. Semestinya, UKA atau apapun namanya akan diarahkan kepada tujuan untuk mengembangkan atau menjadi tolok ukur bagi penegasan komitmen tenaga pendidik di dalam Gerakan Peduli Pendidikan.
Memang harus diakui bahwa ada disparitas yang masih cukup tinggi antara Indonesia barat dan timur terkait dengan kualitas pendidikan. Di wilayah Indonesia barat sudah berkembang dengan sangat pesat berbagai model pengembangan pendidikan, sementara di beberapa wilayah di Indonesia timur masih menyisakan masalah problem kualitas minimal.
Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk terus mengembangkan kualitas pendidikan ini. Tidak boleh ada yang berpikir business as usual di dalam bidang pendidikan ini. Bagaimanapun harus diakui bahwa pendidikan adalah soko guru kemajuan bangsa ini. Maka jika pendidikannya maju, maka kemajuan bangsa ini juga akan terlihat.
Korea Selatan sering dijadikan contoh tentang bagaimana negara itu mengembangkan pendidikannya dan kemudian menjadikan negaranya maju. Demikian pula Singapura dan bahkan juga Malaysia. Sebagaimana pidato Hatta Rajasa, bahwa India banyak mengirimkan generasi mudanya untuk sekolah di luar negeri dan disebabkan India belum bisa menyediakan posisi pekerjaan yang memadai, maka mereka diperbolehkan untuk bekerja di luar negeri dan jika infrastruktur pekerjaan sudah memberikan peluang untuk bekerja di dalam negeri, maka mereka diminta untuk kembali. Di sisi lain, Malaysia juga banyak mengirim mahasiswanya ke luar negeri, bahkan ke Indonesia dan setelah lulus mereka harus mengabdikan ilmunya di dalam negeri. Maka kemudian bisa dilihat bahwa yang sekarang menggerakkan roda pendidikan dan pembangunan adalah mereka yang dulu pernah belajar di mana-mana itu.
Semua ini tentu dilakukan karena adanya kebijakan peduli pendidikan tersebut. Jika kebijakan dan implementasinya di lapangan sangat baik tentang gerakan peduli pendidikan ini, maka diharapkan kelak di tahun 2020 akan bisa dijumpai Indonesia yang maju di dalam pendidikan.
Wallahu a’lam bi al shawab.
