HINDARI KEKERASAN KAPAN SAJA
Gubernur Jawa Timur, Dr. Soekarwo dengan sejumlah anggota DPRD Jawa Timur menggelar acara bersama untuk mendeklarasikan gerakan anti kekerasan. Acara yang diselenggaraka di Kantor DPW PKB Jawa Timur ini dilaksanakan dengan penandatangan Maklumat Pemprov-Parpol Se-Jawa Timur, (12/02/2011).
Di antara isi maklumat tersebut adalah: 1) Menolak segala bentuk kekerasan atas nama agama dan penistaan agama. 2) Menghimbau dengan hormat agar ulama, pengacara, pejabat, anggota DPR/MPR, dan seluruh rakyat Jawa Timur untuk tidak membenarkan aksi kekerasan yang dilakukan atas nama agama. 3) Memohon kepada pemerintah dan seluruh aparat untuk segera menindak para pelaku aksi kekerasan. 4) Meminta gubernur untuk membudayakan dialog antarumat beragama sampai pada massa akar rumput. 5) Meminta pemerintah untuk terus berkomunikasi secara intensif agar terjadi kesepahaman mengenai perbedaan agama di Indonesia.
Saya harus mengapresiasi kecepattanggapan pemerintah Jawa Timur dan juga DPRD di dalam menikapi terhadap kekerasan atas nama agama ini. Sebab sebagaimana diketahui bahwa kekerasan atas nama apapun sesungguhnya juga bertentangan dengan nilai dan norma agama yang selalu menunjung tinggi moralitas dan kerukunan.
Sebagaimana diketahui bahwa kekerasan agama memang menjadi semakin menguat di era reformasi ini. Kekerasan demi kekerasan ini tentu bisa mencabik wajah Indonesia di dalam pergaulan dunia. Bisa dibayangkan jika kekerasan demi kekerasan tersebut terus terjadi, maka kunjungan wisata di negeri ini juga akan menurun. Investor juga akan sulit menanamkan usahanya di Indonesia. Dan akibatnya tentu saja adalah semakin menurunnya pendapatan negara dari sector ekonomi ini.
Kita tentu saja tidak akan pernah membenarkan penodaan agama apapun. Tidak juga Ahmadiyah yang menjadikan Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi. Jika ini yang terjadi memang sudah seharusnya diselesaikan secara hukum. Hanya saja sebagaimana yang sering saya ungkapkan bahwa kita jauh lebih menghargai adanya kesepahaman damai dan kemudian kesalahan teologis ini dikembalikan kepada ajaran teologis yang benar.
Saya memang menduga bahwa gerakan kekerasan ini tentu ada motifnya. Dan motif utamanya adalah terkait dengan gerakan untuk memberikan citra negative kepada pemerintah bahwa pemerintah tidak bisa menyelesaikan persoalan ini. Atau juga ada motif lain, misalnya tindakan pemerintah untuk memerangi terorisme yang memang menggejala di Indonesia. Ketika dianggap ada aktor yang terlibat dan kemudian diadili, maka mereka akan melakukan gerakan-gerakan yang bisa membuat citra pemerintah berantakan.
Gerakan anti kekerasan memang layak dilakukan oleh siapa saja. Sebab saya juga berkeyakinan bahwa semua manusia hakikatnya tidak menyukai kekerasan tersebut. Di relung hati yang paling dalam, maka pastilah ada tuntutan agar orang hidup di dalam kedamaian. Kita mungkin bisa berempati bahwa seandainya kekerasan tersebut menimpa keluarga kita, maka kita tentu juga akan sedih dan prihatin.
Makanya, janganlah menjadikan kekerasan sebagai ruang untuk menyelesaikan apapun. Ajaran Islam memberikan solusi yang sangat indah, agar dakwah dilakukan dengan hikmah sehingga seseorang akan mengikuti ajaran Islam dengan sepenuh kesadarannya. Ajaran Islam memberikan pedoman bahwa dakwah harus dilakukan dengan nasehat yang baik, sebab melalui kepenasehatan yang baik akan didapatkan kesadaran untuk menjadi Islam dengan cara yang damai.
Deklarasi anti kekerasan yang dilakukan oleh para elit ini tentu harus disambut dengan gegap gempita, seraya semua berikrar untuk anti kekerasan atas nama apapun. Melalui cara seperti ini, maka ke depan kita akan melihat Indonesia ini sebagai contoh masyarakat yang mengedepankan agama yang penuh rahmat, penuh kedamaian dan penuh kesejahteraan.
Kita semua memahami bahwa dunia yang rahmat, damai dan sejahtera tidak akan pernah bisa diperoleh melalui kekerasan dalam bentuk apapun.
Wallahu a’lam bi al shawab.
