MEDIA INFORMASI YANG MENDIDIK
Semua media informasi sesungguhnya memiliki peran mendidik audience agar pengetahuannya tentang dunia sekitarnya menjadi lebih banyak dan berkualitas. To educate memang selaras dengan to inform dan to entertain. Makanya media massa, baik cetak atau elektronik memiliki peran untuk mencerdaskan bangsa dan juga menghibur audiennya.
Semenjak ditemukan alat cetak, gelombang suara dan gambar, maka media massa menjadi sangat digdaya. Ia begitu powerfull. Apa saja bisa diberitakan. Mulai dari cerita cinta sampai perang. Mulai dari cerita konyol sampai berita menyedihkan. Mulai dari gosip sampai penemuan akademik. Semua bisa tersaji dengan cepat dan tepat.
Media kamunikasi merupakan kebutuhan. Jika sehari saja orang tidak membaca koran, maka rasanya ada yang hilang. Jika sehari saja tidak nonton acara favorit di televisi, maka akan menjadi ketinggalan. Secara sadar kita sangat membutuhkan media informasi di tengah pergaulan dan relasi dengan dunia sosial kita. Kalau ketinggalan informasi orang bisa disebut kuper atau kurang pergaulan.
Sekarang kita telah memasuki gelombang keempat. Yaitu gelombang dunia informasi digital. Semua bisa didigitalisasikan. Tidak hanya lagu, musik dan suara akan tetapi juga buku. Jika orang malas membaca teks buku, maka orang bisa mendengarkan bacaan buku. Kita, sekarang ini dimanjakan dengan dunia informasi. Kita ini benar-benar telah menjadi well informed community.
Di era milenium ketiga ini, kita telah memasuki era globalisasi informasi. Melalui jejaring internet, maka dunia sungguh-sungguh menyatu. Melalui facebook, twitter atau lainnya, maka orang bisa berkomunikasi lintas bangsa dan geografi. Di era global ini, maka dunia menjadi global village. Di dunia global itu maka sekat-sekat geografis tidak didapati kecuali batas-batas politik negara.
Sebagai bagian dari warga dunia global, orang tentu saja tidak ada yang mampu untuk melawan globalisasi. Orang tidak akan mampu untuk melawan penetrasi media, informasi dan sebagainya. Media begitu menentukan. Makanya, media itu seakan-akan sebagai pesannya itu sendiri. Di situlah media menjadi satu kekuatan yang dahsyat di dalam kehidupan masyarakat. Bahkan dianggap sebagai kekuatan keempat, sebagai pilar demokrasi.
Akan tetapi media juga tidak selamanya menjadi kekuatan positif. Misalnya internet. Di dalam internet, maka ada sejumlah hal yang posisif dan ada sejumlah hal yang negative. Yang negative tentu saja adalah penyebaran informasi yang berupa pornografi, berita bohong, kekerasan dan sebagainya. Sedangkan yang positif juga banyak, misalnya cerita keagamaan, kebaikan dan dunia akademis. Untuk yang kedua, tentu saja menjadi kebutuhan masyarakat. Akan tetapi yang pertama bisa merusak masyarakat.
Dalam kasus video porno yang melibatkan artis papan atas, maka akan memiliki sejumlah dampak social yang luar biasa. Apalagi penyebarannya lewat medium internet. Penyebarannya tentu saja bisa sangat luas, mulai dari orang Indonesia sampai orang Afrika Selatan. Jadi, bisa dibayangkan betapa banyaknya orang yang bisa mengakses gambar pornografi itu dalam waktu yang sangat singkat.
Sebagaimana kenyataannya bahwa negara pun tidak bisa melawan globalisasi. Negara juga tidak mampu untuk menghentikan siaran media tentang kasus itu. Makanya, yang harus menjadi filter bagi hal ini adalah pada masing-masing individu. Siapapun berada di manapun dalam kapasitas apapun harus menjadi filter bagi penetrasi media.
Kita sudah memiliki aturan perundang-undangan, misalnya Undang-undang Pornografi, Cyber Law, Undang-Undang Informasi dan sebagainya. Makanya yang mendasar adalah bagaimana masyarakat menggunakan undang-undang tersebut sebagaimana adanya.
Jika semua elemen masyarakat sudah menyadari tentang akan arti pentingnya peraturan perundang-undangan tersebut, maka kita berkeyakinan bahwa budaya berteknologi akan bisa digapai.
Jika produser, creator acara di televisi, pemilik media, penegak hukum, masyarakat dan sebagainya juga terlibat secara aktif untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan secara memadai, maka ke depan akan didapati dunia penyiaran yang santun dan mendidik.
Jadi, sesungguhnya untuk menjadikan media sebagai sarana pendidikan atau tidak, ternyata tergantung kepada kita semua.
Wallahu a’lam bi al shawab.
